Thursday, November 5, 2015

MISTERIUS

Directed by: Muhammad Yusuf
Starring by: Sofia Adios, Lia Waode, Ayub Darjam, Efritha Belliana
Tripe A Films

Bermula dari keadaan harus memilih antara Misterius dengan Paranormal Activity dan saat itu gue langsung memilih Misterius, mengingat saya selalu belajar mencintai buatan anak negeri dan kenyataan menyedihkan bahwa kemungkinannya film Indonesia hanya bertahan satu-dua minggu di bioskop, seperti halnya Cai Lan Gong yang belum sempat gue posting tapi ternyata filmnya sudah turun di semua teater di Jabodetabek...so sad...so you have to wait for next week dear Paranormal Activity...

Kejutannya, entah menyenangkan atau malah miris, ternyata gue benar-benar sendirian di dalam ruang putar XXI. There’s really no other person there, man...can you imagine, man? Totally alone and watching horror movie...I said to myself...”Damn! Is it really happening to me?” tapi ya disitulah gue berada dan gue duduk dengan manisnya setelah memilih bangku the best view tanpa mengindahkan nomor kursi yang tertera di tiket.

Dan bagian awal film ini memang penuh dengan adegan-adegan penampakan yang bikin saraf tegang dipacu ke tensi tinggi. Sayangnya setelah kedatangan si paranormal yang menolong keluarga Lestari Sucipto tensi ketegangan jadi menurun. Sang paranormal yang menjadi sumber jawaban dari semua tanda tanya telah memberitahukan semuanya.

Bahkan gue sempat merasakan ngantuk yang nggak karuan di bagian ketika Wulan mencari Agus di alam kematian dan Ibu Lestari yang terjebak begitu lama di kegelapan sampai akhirnya bertemu dengan nenek Sumiyati....menurut gue bagian itu terlalu lambat dan dragging...sepintas juga adegan itu mirip adegan Insidious ketika tokoh si paranormal masuk ke dunia kematian dan mencari orang yang harus diselamatkannya...

Yang membuat gue senang menonton film ini karena membawa kenangan ke masa kecil gue tentang Bondowoso. Yup, bokap gue asli Bondowoso dan kota itu bukan kota asing karena beberapa kali mengunjungi mbak kakung dan mbah putri yang tinggal disana. Gue tersenyum-senyum melihat bu Lestari keluar dari ranjang kelambu saat mendengar suara tawa hantu, begitu juga dengan Wulan, dan kenyataannya di tahun 1989 masih banyak orang Bondowoso yang tidur di bawah ranjang kelambu karena gue juga mengalaminya.

Lalu keberadaan sumur timba di rumah Sumiyati...man, gue bersyukur karena masih sempat mengalami masa sumur timba...dan kalau gue mandi  di rumah mbah di tahun itu gue dan adik gue memang berdiri di samping sumur timba sementara ibu gue menimba sumurnya untuk menggerojokan air mandi. Jadi sumur timba di Bondowoso it’s mean something...

Di tahun itu juga mbah putri masih suka memakai jarit di rumah. Daster belum menjadi pakaian yang ngetrend sehingga jangan heran kalau kalian akan melihat ibu Larasati kemana-mana memakai jarit, bahkan saat dia pergi ke rumah Sumiyati buat mencabut susuknya seperti perintah si dukun, karena memang begitulah wanita-wanita Bondowoso berpakaian pada tahun itu.

Dan percaya tidak percaya, orang-orang Bondowoso memang percaya hal-hal berbau supranatural. Gue inget cerita bokap tentang mbah putri yang pergi ke Semarang – waktu itu kita tinggal di Semarang – dari Bondowoso dengan membawa kepala kerbau dan menyuruh bokap gue menanamnya di halaman kantor dengan maksud supaya bokap gue mendapat jabatan yang bagus.

Well, mungkin sebagian dari kalian akan berpikir keluarga gue terlibat dalam hal klenik atau ilmu gelap but no...bokap gue mengambilnya dari sisi positif bahwa itu dilakukan sang ibu demi mendukung dirinya. Lagipula siapa sih yang sudi ambil resiko memasukkan kepala kerbau ke kabin bis yang baunya pasti kentara banget sepanjang jalan. Membayangkan itu saja kami tertawa geli.

Muhammad Yusuf melakukan survey dengan baik atau mungkin dia juga mengalami yang sama dengan gue tentang tahun itu, yang kurang seharusnya tokoh-tokohnya memakai sedikit dialek Madura. Dialek itu masih tetap kental sekalipun digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai percakapan di film.

Sayang, ada sedikit missed yang dilakukan di film ini. Ketika ibu Larasati sedang memandang cermin, setelah dia melihat bayangan masa lampau Sumiyati menyisir rambutnya, gue rasa momen itu ibu Larasati sudah kembali ke masa kini dan seharusnya di ranjang di belakangnya terbaring mayat Sumiyati seperti di adegan di sebelumnya. Tapi di adegan itu nampak kamera sempat menyorot ke cermin dan cermin yang merefleksikan ranjang di belakang ibu Larasati tidak menampakkan mayat Sumiyati.

Sayangnya yang kedua, title Misterius di film ini sama sekali tidak mencerminkan isinya. Sepanjang film gue kehilangan arti dari bagian mana yang seharusnya menjadi misterius? Apakah kematian Sumiyati yang dianggap misterius? Ataukah bagaimana misteriusnya hantu gentayangan di rumah Sucipto?

Saran gue, akan lebih misterius dan tidak mudah ditebak apabila Muhammad Yusuf membalik adegan prolog (dimana si paranormal membuang jarum-jarum susuk ke sungai) dan epilog (saat nenek Sumiyati membuang bayi di tahun 1969). Rasanya kalau kedua adegan itu ditaruh secara berbeda, adegan buang bayi ditaruh di depan maka ending ceritanya tak akan dapat diterka dengan mudah dan akan lebih menaikan tensi ngeri.


Menurut penilaian gue film ini tidak berkategori istimewa tapi juga tidak terlalu buruk, apalagi mengingat Muhammad Yusuf mengambil peran sebagai Produser, Sutradara, bahkan sampai penulis naskahnya. Semua lini penting dia pegang dan pastinya ini karya pertamanya yang ingin dia buat dengan seluruh darah penghabisan.

No comments:

Post a Comment